Sabtu, 27 April 2013

Caleg Kritria Al-Qur'an

Dalam bulan-bulan ke depan ini kita akan mengalami suatu masa, dimana kita akan diperhadapkan kepada perilaku pilih dan memilih, dukung mendukung, saling berlomba, bersaing, meraih pengikut sebanyak-banyaknya. Setiap rumah kita boleh jadi akan terpancang bendera-bendera yang beraneka ragam, lalu kita berpakaian dengan beraneka warna pula. Kita akan sering mengikuti pengerahan-pengerahan massa, bergerombol, konvoi, saling unjuk kekuatan dan kebesaran. Inilah sebuah pesta demokrasi, pagelaran politik untuk memilih anggota legislatif, wakil rakyat yang sangat rentan dengan perpecahan.
Politik bukanlah sesuatu yang terlarang dalam agama Islam. Politik atau dalam istilah Islam As-Siyaasah, merupakan sesuatu yang dianjurkan sebagai legitimasi dalam mempermantap mengembang amanat Allah sebagai khalifah fil ardh, mengatur dan mengelola bumi ini. Islam mengatur keseluruhan aspek kehidupan manusia secara utuh dan total, termasuk persoalan politik. Islam tidak hanya mengatur persoalan ibadah semata, tapi juga mengajarkan bagaimana bermasyarakat, berorganisasi dan berpolitik. Karena Islam menghendaki suatu masyarakat yang konsisten dengan prinsip keadilan sosial, memiliki etika politik yang bersih.
Karena itu, harus disadari oleh kita semua terutama para politisi, bahwa untuk berjuang menjadi anggota legislatif maupun menduduki jabatan politik lainnya, janganlah menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan. Janganlah mengadu domba rakyat untuk kepentingan diri sendiri. Rakyat jangan dianggap sebagai objek yang bisa diatur sesuai ambisi. Berpolitiklah dengan cara-cara yang Islami, santun, saling menghargai dalam perbedaan dan menjunjung tinggi keamanan dan ketenteraman rakyat.
Islam menghendaki, jabatan-jabatan politik jangan sampai diduduki oleh para politisi yang tidak berpihak kepada Islam, yang ambisius, haus jabatan, lebih-lebih politisi yang hanya berorientasi pada kekayaan, kehormatan ataupun bangga diri.
Berangkat dari harapan di atas, ada baiknya para politisi bercermin pada 1 hadis dan 1 ayat Al-Qur’an, sebagai  berikut ;
1.       Sucikan Niat
Rasulullah Saw bersabda, انما الأعمال بالنياتsesungguhnya segala amal itu tergantung niatnya”. Bila niat politik baik, dalam arti memperjuangkan dan memberi manfaat bagi rakyat banyak, niscaya Allah akan memudahkan segala urusan dan memberi pahala terhadap segala aktivitasnya. Namun bila niatnya buruk, misalnya sekedar untuk mencari kedudukan dan segala fasilitasnya, maka tunggulah kehancuran dan siksa Allah SWT.
2.       Dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah, ayat 128.
ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr& îƒÍtã Ïmøn=tã $tB óOšGÏYtã ëȃ̍ym Nà6øn=tæ šúüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOŠÏm§ .
Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.
Berdasarkan ayat ini, politisi yang baik adalah politisi yang benar-benar merasakan penderitaan rakyatnya. Dalam bahasa Al-Qur’an ’aziizun ‘alai maa ‘anittum, berat terasa olehnya penderitaanmu. Bila rakyat menderita maka engkau pun menderita, rakyat belum sejahtera, maka engkau pun enggan untuk sejahtera. Laksana figur Khalifah Umar bin Khattab, yang belum mau memejamkan matanya bila beliau belum memastikan rakyatnya telah benar-benar tertidur. Yang rela memikul gandum untuk rakyatnya yang kelaparan.
Janganlah menjadi politisi ingkar janji, yang ketika masih membutuhkan dukungan rakyat, berjanji begini dan begitu, tetapi setelah keinginannya terpenuhi ia pun lupa diri, terlena dengan berbagai kemegahan, rakyat pun terlupakan.
Nasihat Al-Qur’an selanjutnya pada ayat di atas, harishun ‘alaikum bilmukminiiin, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu. Politisi yang mulia adalah yang memperjuangkan keimanan atau keyakinan, serta keselamatan rakyatnya. Semua kebutuhan rakyat yang dapat menjerumuskan rakyat dalam kekufuran dan kesesatan menjadi tanggung jawab yang ia perjuangkan. Jauhkan rakyat dari kemiskinan karena itu, amat dekat dengan kekufuran. Buatlah aturan-aturan yang dapat menghindarkan rakyat dari dosa dan maksiat.
Nasihat terakhir dari ayat tersebut adalah, para politisi haruslah memiliki sifat “raufur rahim”, belas kasih dan sayang terhadap orang-orang mukmin. Rasa kasih, sayang dan cinta adalah modal segalanya. Bila politisi telah mengasihi, menyayangi atau cinta kepada rakyatnya, maka dalam keadaan apapun atau dalam waktu kapan pun, sama sekali dia tidak akan melupakan rakyatnya. Seperti Nabi yang begitu kasih sayang kepada umatnya, hingga sampai detik-detik maut menjemputnya pun, yang keluar dari mulutnya adalah ummatii, ummatii, ummatii, umatku, umatku, umatku. Itulah kasih sayang atau cinta yang hakiki.
Terakhir, kepada seluruh rakyat yang akan memilih, mari kita gunakan hak pilih kita secara benar dan cerdas. Pilihlah wakil-wakil kita berdasarkan kriteria yang dikemukakan Al-Qur’an. Hindari perpecahan, hindari perseteruan, jagalah persatuan dan persaudaraan.
Wallahul Musta’aan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar